Welcome

Minggu, 23 Oktober 2011

Komodo....Asli Indonesia

Biawak komodo

Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis[1]), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.[2] Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.[3]
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil.[4][5] Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.[6]
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.

Anatomi dan morfologi


Kulit komodo.
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki massa sekitar 70 kilogram,[7] namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya.[8] Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii).[9] Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti.[10] Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan.[11] Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka.[12] Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang.[8] Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar belakang hitam.

Fisiologi

Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak. Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 kilometer. Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan. Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.

ekologi, perilaku dan cara hidup


Kaki dan ekor komodo.
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter;serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya. Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa.

Perilaku makan


Komodo di Rinca.
Komodo adalah hewan karnivora. Walaupun mereka kebanyakan makan daging bangkai, penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan ini segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan. Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya yang tajam, yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5 kilometer.

Komodo muda di Rinca yang makan bangkai kerbau.
 
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang; 15–20 menit diperlukan untuk menelan seekor kambing. Komodo kadang-kadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Dan kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah. Untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan, komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya. Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan. Setelah makan, komodo menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk, gumpalan mana dikenal sebagai gastric pellet. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel; perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri.
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut hirarki. Jantan terbesar menunjukkan dominansinya melalui bahasa tubuh dan desisannya; yang disambut dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan, dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan mundur; meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang.
Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata, reptil lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih kecil), burung dan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda memangsa serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil. Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari lubang makam yang dangkal. Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat digali komodo.Ada pula yang menduga bahwa komodo berevolusi untuk memangsa gajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di Flores. Komodo juga pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina yang tengah hamil, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat dimangsa; suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di Afrika.
Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat menghirup air atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo ‘mencedok’ air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya.

 Bisa dan bakteri

Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo.
Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya; jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.

 Reproduksi


Pada gambar ini, ekor dan cakar komodo dapat terlihat dengan jelas.

Komodo yang tidur. Perhatikan kukunya yang besar. Kukunya digunakan untuk bertempur dan makan.
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September. Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya dengan cara "bergulat" dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan "terkunci" ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk bertempur. Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina.Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung dan menjilat.Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina. Komodo dapat bersifat monogamus dan membentuk "pasangan," suatu sifat yang langka untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan.Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator.
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu.Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.
Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.

 Partenogenesis

Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur pada awal tahun 2006 setelah dipisah dari jantan selama lebih dari dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma beberapa lama hasil dari perkawinan dengan komodo jantan di waktu sebelumnya, suatu adaptasi yang dikenal dengan istilah superfekundasi.
Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris adalah komodo kedua yang diketahui menghasilkan telur tanpa fertilisasi (pembuahan dari perkawinan): ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya berhasil menetas.Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Setelah temuan yang mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan terhadap telur-telur Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur itupun dihasilkan tanpa pembuahan dari luar.
Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY. Keturunan Flora yang berkelamin jantan, menunjukkan terjadinya beberapa hal. Yalah bahwa telur Flora yang tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid; dan bahwa ia tidak menghasilkan telur diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal. Ketika komodo betina (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenetika. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang.
Diduga bahwa adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan seekor hewan betina memasuki sebuah relung ekologi yang terisolasi (seperti halnya pulau) dan dengan cara partenogenesis kemudian menghasilkan keturunan jantan. Melalui perkawinan dengan anaknya itu di saat yang berikutnya hewan-hewan ini dapat membentuk populasi yang bereproduksi secara seksual, karena dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina. Meskipun adaptasi ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika.
Pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan.

Sejarah dari ban

Ban


Ban adalah peranti yang menutupi velg suatu roda. Ban adalah bagian penting dari kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang disebabkan ketidakteraturan permukaan jalan, melindungi roda dari aus dan kerusakan, serta memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah untuk meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan.
Sebagian besar ban yang ada sekarang, terutama yang digunakan untuk kendaraan bermotor, diproduksi dari karet sintetik, walaupun dapat juga digunakan dari bahan lain seperti baja.

 Sejarah ban

Pada tahun 1839, Charles Goodyear berhasil menemukan teknik vulkanisasi karet. Vulkanisasi sendiri berasal dari kata Vulkan yang merupakan dewa api dalam agama orang romawi. Pada mulanya Goodyear tidak menamakan penemuannya itu dengan nama vulkanisasi melainkan karet tahan api. Untuk menghargai jasanya, nama Goodyear diabadikan sebagai nama perusahaan karet terkenal di Amerika Serikat yaitu Goodyear Tire and Rubber company yang didirikan oleh Frank Seiberling pada tahun 1898. Goodyear Tire & Rubber Company mulai berdiri di tahun 1898 ketika Frank Seiberling membeli pabrik pertama perusahaan ini dengan menggunakan uang yang dia pinjam dari salah seorang iparnya.
Pada tahun 1845 Thomson dan Dunlop menciptakan ban atau pada waktu itu disebut ban hidup alias ban berongga udara. Sehingga Thomson dan Dunlop disebut Bapak Ban. Dengan perkembangan teknologi Charles Kingston Welch menemukan ban dalam, sementara William Erskine Bartlett menemukan ban luar.

 Jenis-jenis Ban

Ban Bias

Ban dengan struktur bias adalah yang paling banyak dipakai. Dibuat dari banyak lembar cord yang digunakan sebagai rangka dari ban. Cord ditenun dengan cara zig-zag membentuk sudut 40 sampai 65 derajat sudut terhadap keliling lingkaran ban.

Ban Radial

Untuk ban radial, konstruksi carcass cord membentuk sudut 90 derajat sudut terhadap keliling lingkaran ban. Jadi dilihat dari samping konstruksi cord adalah dalam arah radial terhadap pusat atau crown dari ban. Bagian dari ban berhubungan langsung dengan permukaan jalan diperkuat oleh semacam sabuk pengikat yang dinamakan "Breaker" atau "Belt". Ban jenis ini hanya menderita sedikit deformasi dalam bentuknya dari gaya sentrifugal, walaupun pada kecepatan tinggi. Ban radial ini juga mempunyai "Rolling Resistance" yang kecil.

Ban Tubeless

Ban Tubeless adalah ban yang dirancang tanpa mempunyai ban dalam. Ban tubeless in diciptakan sekitar tahun 1990.

Bagian-bagian ban

  • Tread adalah bagian telapak ban yang berfungsi untuk melindungi ban dari benturan, tusukan obyek dari luar yang dapat berusak ban. Tread dibuat banyak pola yang disebut Pattern.
  • Breaker dan Belt adalah bagian lapisan benang (pada ban biasa terbuat dari tekstil, sedangkan pada ban radial terbuat dari kawat) yang diletakkan di antara tread dan casing. Berfungsi untuk melindungi serta meredam benturan yang terjadi pada Tread agar tidak langsung diserap oleh Casing.
  • Casing adalah lapisan benang pembentuk ban dan merupakan rangka dari ban yang menampung udara bertekanan tinggi agar dapat menyangga ban.
  • Bead adalah bundelan kawat yang disatukan oleh karet yang keras dan berfungsi seperti angkur yang melekat pada Pelek. 
Kode ban
Dimensi atau ukuran sebuah ban dapat dinyatakan sebagai berikut; " 205 / 55 /ZR16 "
Keterangan dimensi atau ukuran ban tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
205 : Lebar telapak ban (mm)
55 : aspek ratio untuk ketebalan ban (%) dari lebar telapak ban
ZR : kode limit kecepatan
16 : diameter velg ( inch )


Keamanan

Ban seperti bagian kendaraan yang lainnya pasti akan mengalami kerusakan maupun keausan. Pertama yang harus diperhatikan adalah kedalaman alur di setiap telapak ban. Seandainya kedalaman alurnya kurang dari 1,6 milimeter dari permukaan atas baris TWI, itu tandanya ban kendaraan sudah harus diganti. Selain itu ban yang kempes akan membahayakan keamanan pengendara, karena bisa menyebabkan kehilangan kontrol serta mengakibatkan kecelakaan fatal. Menjaga tekanan udara ban bukan hanya untuk keamanan berkendaraan saja, tetapi juga membuat kendaraan lebih bersahabat dengan alam karena mengurangi biaya dan konsumsi bahan bakar. Kendaraan dengan ban yang kempes menyebabkan mesin harus bekerja keras, sehingga semakin besar pula gas buangan yang dihasilkan.

Kerusakan Ban

Shock CBU


Ban yang mengalami rusak
Shock CBU adalah peristiwa terputusnya benang - benang konstruksi ban pada posisi samping ban yang disebabkan oleh terbenturnya ban dengan keras. Shock CBU paling potensial terjadi akibat jalan yang rusak, cara mengemudi yang kasar dan ceroboh. 




















Mount Everest

Gunung Everest

 Everest kalapatthar crop.jpg
Gunung Everest (bahasa Inggris: Mount Everest) adalah gunung tertinggi di dunia (jika diukur dari paras laut). Rabung puncaknya menandakan perbatasan antara Nepal dan Tibet; puncaknya berada di Tibet. Di Nepal, gunung ini disebut Sagarmatha (सगरमाथा, bahasa Sansekerta untuk "Dahi Langit") dan dalam bahasa Tibet Chomolangma atau Qomolangma ("Bunda Semesta"), dilafalkan dalam bahasa Tionghoa 珠穆朗瑪峰 (pinyin: Zhūmùlǎngmǎ Fēng).
Gunung ini mendapatkan nama bahasa Inggrisnya dari nama Sir George Everest. Nama ini diberikan oleh Sir Andrew Waugh, surveyor-general India berkebangsaan Inggris, penerus Everest. Puncak Everest merupakan salah satu dari tujuh puncak di dunia.

Ukuran

Radhanath Sikdar, juru ukur dan pakar matematika dari Bengal, merupakan orang pertama yang menyatakan Puncak Everest sebagai puncak tertinggi melalui perhitungan trigonometrik pada 1852. Perhitungan ini dilakukan menggunakan teodolit dari jarak 150 mil jauhnya di India. Sebagian rakyat India percaya bahwa puncak tersebut semestinya dinamakan menurut Sikdar, bukan Everest.
Gunung ini mempunyai ketinggian sekitar 8.850 m; walaupun terdapat variasi dari segi ukuran (baik pemerintah Nepal maupun Cina belum mengesahkan ukuran ini secara resmi, ketinggian Puncak Everest masih dianggap 8.848 m oleh mereka). Gunung Everest pertama kali diukur pada tahun 1856 mempunyai ketinggian 8.839 m, tetapi dinyatakan sebagai 8.840 m (29.002 kaki). Tambahan 0,6 m (2 kaki) menunjukkan bahwa pada masa itu ketinggian yang tepat sebesar 29.000 kaki akan dianggap sebagai perkiraan yang dibulatkan. Perkiraan umum yang digunakan pada saat ini adalah 8.850 m yang diperoleh melalui bacaan Sistem Posisi Global (GPS). Gunung Himalaya masih terus bertambah tinggi akibat pergerakan lempeng tektonik kawasan tersebut.
Gunung Everest adalah gunung yang puncaknya mencapai jarak paling jauh dari paras laut. Dua gunung lain yang kadangkala juga disebut sebagai "gunung tertinggi di dunia" adalah Mauna Loa di Hawaii, yang tertinggi jika diukur dari dasarnya pada dasar tengah laut, tetapi hanya mencapai ketinggian 4.170 m atas paras laut dan Gunung Chimborazo di Ekuador, yang puncaknya 2.150 m lebih tinggi dari pusat bumi dibandingkan Gunung Everest , karena Bumi mengembung di kawasan katulistiwa. Bagaimanapun juga, Chimborazo hanya mencapai ketinggian 6.272 m di atas paras laut, sehingga bahkan bukan merupakan puncak tertinggi di Andes.
Dasar terdalam di lautan lebih dalam dibandingkan ketinggian Everest: Challenger Deep, terletak di Palung Mariana, begitu dalam hingga seandainya gunung Himalaya diletakkan di dalamnya, masih terdapat hampir 1,6 km air menutupinya.